Bahan pewarna
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Bahan pewarna secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu benda berwarna yang memiliki afinitas kimia terhadap benda yang diwarnainya. Bahan pewarna pada umumnya memiliki bentuk cair dan larut di air. Pada berbagai situasi, proses pewarnaan menggunakan mordant untuk meningkatkan kemampuan menempel bahan pewarna.
Bahan pewarna dan pigmen terlihat berwarna karena mereka menyerap panjang gelombang tertentu dari cahaya. Berlawanan dengan bahan pewarna, pigmen pada umumnya tidak dapat larut, dan tidak memiliki afinitas terhadap substrat.
Bukti arkeologi menunjukkan bahwa, khususnya di India dan Timur Tengah, pewarna telah digunakan selama lebih dari 5000 tahun. Bahan pewarna dapat diperoleh dari hewan, tumbuhan, atau mineral. Pewarna yang diperoleh dari bahan-bahan ini tidak memerlukan proses pengolahan yang rumit. Sampai sejauh ini, sumber utama bahan pewarna adalah tumbuhan, khususnya akar-akaran, beri-berian, kulit kayu, daun, dan kayu. Sebagian dari pewarna ini digunakan dalam skala komersil.
Bahan pewarna alami:
Kunyit
(Curcuma longa Linn.)Sinonim :
Curcuma domestica Val. C. domestica Rumph. C. longa Auct.
Familia :
Zingiberaceae
Uraian :
Kunyit (Curcuma domestic) termasuk salah satu tanaman rempah dan obat, habitat asli tanaman ini meliputi wilayah Asia khususnya Asia Tenggara. Tanaman ini kemudian mengalami persebaran ke daerah Indo-Malaysia, Indonesia, Australia bahkan Afrika. Hampir setiap orang Indonesia dan India serta bangsa Asia umumnya pernah mengkonsumsi tanaman rempah ini, baik sebagai pelengkap bumbu masakan, jamu atau untuk menjaga kesehatan dan kecantikan.
Nama Lokal :
Saffron (Inggris), Kurkuma (Belanda), Kunyit (Indonesia); Kunir (Jawa), Koneng (Sunda), Konyet (Madura);
Komposisi :
KANDUNGAN KIMIA : Kunyit mengandung senyawa yang berkhasiat obat, yang disebut kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, desmetoksikumin dan bisdesmetoksikurkumin dan zat- zat manfaat lainnya Kandungan Zat : Kurkumin : R1 = R2 = OCH3 10 % Demetoksikurkumin : R1 = OCH3, R2 = H 1 – 5 % Bisdemetoksikurkumin: R1 = R2 = H sisanya Minyak asiri / Volatil oil (Keton sesquiterpen, turmeron, tumeon 60%, Zingiberen 25%, felandren, sabinen, borneol dan sineil ) Lemak 1 -3 %, Karbohidrat 3 %, Protein 30%, Pati 8%, Vitamin C 45-55%, Garam-garam Mineral (Zat besi, fosfor, dan kalsium) sisanya.
Secang
Sinonim : (Caesalpia sappan L.)
Familia : Caesalpiniaceae
Uraian :
Tanaman ini menyenangi tempat terbuka sampai ketinggian 1.000 m dpl., seperti di daerah pegunungan yang berbatu tetapi tidak terlalu dingin. Secang tumbuh liar dan kadang ditanam sebagai tanaman pagar atau pembatas kebun. Perdu atau pohon kecil, tinggi 5-10 m, batang dan percabangannya berduri tempel yang bentuknya bengkok dan letaknya tersebar, batang bulat, warnanya hijau kecoklatan. Daun majemuk menyirip ganda, panjang 25-40 cm, jumlah anak daun 10-20 pasang yang letaknya berhadapan. Anak daun tidak bertangkai, bentuknya lonjong, pangkal rompang, ujung bulat, tepi rata dan hampir sejajar, panjang 10-25 mm, lebar 3-11 mm, warnanya hijau. Bunganya bunga majemuk berbentuk malai, keluar dari ujung tangkai dengan panjang 10-40 cm, mahkota bentuk tabung, warnanya kuning. Buahnya buah polong, panjang 8-10 cm, lebar 3-4 cm, ujung seperti paruh berisi 3-4 biji, bila masak warnanya hitam. Biji bulat memanjang, panjang 15-18 mm, lebar 8-1 1 mm, tebal 5-7 mm, warnanya kuning kecoklatan. Panenan kayu dapat dilakukan mulai umur 1-2 tahun. Kayunya bila digodok memberi warna merah gading muda, dapat digunakan untuk pengecatan, memberi warna pada bahan anyaman, kue, minuman atau sebagai tinta. Perbanyakan dengan biji atau stek batang.
Nama Lokal :
Secang (Sunda), kayu secang, soga jawa (Jawa),;
Komposisi :
SIFAT KIMIAWI DAN EFEK FARMAKOLOGIS: Sepat tidak berbau. Menghentikan perdarahan, pembersih darah, pengelat, penawar racun dan antiseptik. KANDUNGAN KIMIA: Kayu: Asam galat, tanin, resin, resorsin, brasilin, brasilein, d-alfa-phellandrene, oscimene, minyak atsiri. Daun: 0,16%-0,20% minyak atsiri yang berbau enak dan hampir tidak berwarna.
berikut merupakan penerapan warna alam pada proses ikat celup
Oleh karena sistem kerja yang dipakai pada proses kerja ikat celup ini adalah sistem kerja satu kelas, dimana penulis tidak terlibat dalam proses mempersiapkan bahan, maka alat-alat yang terlampir hanya alat-alat yang digunakan pada saat proses pencelupan sampai kepada proses pembuatan karya.
1.1 Daftar Alat
No | Nama Alat | Fungsi |
1 | Kompor minyak | Untuk merebus dan melarutkan bahan |
2 | Kain putih | Sebagai media ikat celup |
3 | Panci | Media untuk merebus alat dan bahan |
4 | Karet gelang | Untuk membuat motif pada kain |
5 | Gunting | Untuk memotong kain |
6 | Wadah (botol air mineral, baskom) | Untuk menaruh warna alam dan bahan |
7 | Jarum dan benang | Untuk menjahit kain |
8 | Tali sepatu | Untuk membuat ikatan pada tas |
9 | tisue | Untuk membantu proses pengeringan |
10 | Sabun detergen | Untuk proses pencucian |
1.2 Daftar Bahan
No | Nama Bahan | Fungsi |
1 | Kunyit (Curcuma domestica) | Sebagai pewarna alam |
2 | Tawas | Sebagai penguat warna (fiksaton) |
4 | Tanah liat | Sebagai pewarna alam |
5 | Gula aren(Arenga pinnata) | Sebagai penguat warna (fiksaton) |
6 | Secang (Caesalpinia sappan L.) | Sebagai pewarna alam |
1.3 Proses kerja
- semua alat dan bahan yang telah tersedia diatur sedemikian rupa agar proses pencelupan bisa dilaksanakan. Cairan kunyit yang sebelumnya telah dipersiapkan, dituangkan pada baskom, kemudian dicampurkan dengan fiksaton (air tawas). Bahan yang selanjutnya yaitu cairan secang, yang dituangkan pada baskom yang lainnya, yang juga dicampurkan denga fiksatonnya (gula aren). Kesemua bahan tadi dicampur dengan perbandingan 3:1.
- proses selanjutnya adalah proses pencelupan, setelah masing-masing mahasiswa mendapatkan kain mori , kain ini pun sebelumnya telah melalui proses perebusan dengan tawas agar ketika proses pencelupan warna dapat lebih kuat meresap pada kain.pencelupan dapat dilakukan berkali-kali tergantung dari ketebalan warna yang diinginkan. Sedangkan penulis sendiri melakukan enam kali pencelupan, tiga kali dengan pewarna kunyit, dan tiga kali juga dengan pewarna secang.
- pada pencelupan pertama, penulis menggunakan pewarna kunyit, sebanyak tiga kali dengan perbandingan waktu masing-masing lima menit, tujuh menit dan sepuluh menit. Pada tiap-tiap pencelupan, selalu dilanjutkan dengan pencelupan pada fiksaton (air tawas), namun harus dilakukan dengan cepat agar warna kunyit tidak luntur, karena jika terlalu lama malah akan membuat warna menjadi luntur.
- setiap selesai satu kali pencelupan, kain dijemur sampai agak kering, kemudian dilanjut dengan
- proses selanjutnya masih tetap proses pencelupan, namun dengan pewarna yang berbeda, yaitu menggunakan secang, yang sebelumnya juga telah dipersiapkan. Prosesnya sama dengan proses pencelupan dengan warna kunyit, namun yang membedakannya adalah fiksatonnya, yaitu dengan gula aren, dan juga perbandingan waktunya yang lebih lama, yaitu tujuh menit pada pencelupan pertama, sepuluh menit pada pencelupan kedua, dan dua belas menit pada pencelupan terakhir.
- proses selanjutnya adalah merebus kain yang sebelumnya telah dijemur hingga agak kering dengan menggunakan tanah liat selama lima menit. Proses ini bertujuan untuk menguat warna yang sebelumnya telah didapat melalui proses-proses sebelumnya.
- setelah proses pencelupan selesai, proses selanjutnya adalah proses pencucian. Pada proses ini kain yang telah selesai diwarnai dengan pewarna alami di cuci dengan menggunakan detergen. Proses ini bertujuan untuk menguji hasil pewarnaan, apakah warna alami pada kain luntur atau tidak.
- pada tiap-tiap selesai melewati satu kali proses pencelupan, ujung kain digunting sedikit untuk dijadikan sampel perbandingan warna, sehingga secara keseluruhan terdapat tujuh potongan warna, enam warna didapat dari proses pencelupan warna, dan potongan warna terakhir didapat dari proses perebusan kain dengan tanah liat.
- proses terakhir dari semua rangkaian tadi adalah proses pembuatan karya. Dengan menggunakan jarum, benang dan juga tali sepatu, kain pun dibentuk menjadi tas kecil.
0 comments:
Post a Comment